Jual Beli Gharar, Madhamin wal Malaqih, Transaksi Diatas Transaksi
JUAL BELI GHARAR
Oleh
Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy
Al-Gharar secara bahasa adalah al-Khathar (bahaya). Ada pula yang mengartikan al-Khida’ (penipuan). Juga ada pula yang mengartikan menjual barang yang tampilan luarnya bagus tetapi dalamnya jelek, karena itu dunia ini dinamakan Mataa’ul Ghuruur (perhiasan yang menipu).
Jual beli gharar mengandung unsur ini (penipuan) dan mengandung unsur kecurangan serta jahalah (ketidakjelasan) barang yang diperjualbelikan.
Para fuqaha’ (ahli fiqih) رحمهم الله menyebutkan definisi yang sangat banyak tentang jual beli gha-rar ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Jual beli gharar yaitu (jual beli) yang akibatnya belum diketahui secara pasti.” Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Jual beli gharar yaitu jual beli sesuatu yang tidak mampu untuk diserahkan (kepada si pembeli), baik barang itu ada ataupun memang barang itu tidak ada, seperti menjual budak yang melarikan diri dan menjual hewan yang kabur walaupun ada.”
Ibnu Hazm azh-Zhahiri rahimahullah berkata dalam kitab al-Muhallaa, “Jual beli gharar, yaitu si pem-beli tidak mengetahui apa yang ia beli dan si penjual sendiri tidak mengetahui apa yang ia jual.”
Imam as-Sarakhsi rahimahullah berkata, “Jual beli gharar yaitu jual beli yang akibatnya masih tertutup (belum jelas).”
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Larangan melakukan jual beli yang mengandung unsur penipuan merupakan dasar yang sangat agung dari dasar-dasar kitab jual beli. Masuk dalam kategori ini permasalahan yang sangat banyak yang tidak dapat dibatasi seperti menjual budak yang melarikan diri, menjual sesuatu yang tidak ada, menjual sesuatu yang tidak jelas, menjual sesuatu yang tidak mampu ia serahkan kepada si pembeli atau menjual sesuatu yang belum sepenuhnya dimiliki oleh si penjual, seperti menjual ikan di dalam air yang banyak, menjual susu yang masih dalam kantong kelenjar, menjual hewan yang masih dalam perut induknya, menjual baju dari beberapa baju yang ada atau menjual kambing dari sekumpulan kambing yang ada, dan masih banyak lagi jual beli yang serupa dengan itu. Se-muanya itu merupakan jual beli yang bathil.”
Dan masuk dalam kategori jual beli ini, yaitu jual beli malaqih wal madhamin (yaitu menjual binatang-binatang dalam kandungan dan sperma binatang pejantan), menjual buah-buahan sebelum nampak matang, jual beli dengan cara mulamasah, munabadzah, jual beli dengan cara melempar kerikil, dan lain sebagainya dari macam-macam jual beli yang terdapat unsur penipuan dan ketidakjelasan padanya.
Gharar Yang Ringan
Diberi keringanan untuk gharar yang ringan yang memang tidak bisa dihindari, seperti jual beli binatang bersama janin yang dikandungnya dan jual beli sesuatu yang tertutup, seperti buah delima, buah pala, buah badam, kacang tanah, dan yang semisal dengan itu. Juga jual beli rumah dengan segala perabotannya.
Dalil yang menunjukkan tidak sahnya jual beli yang mengandung unsur gharar adalah larangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap jual beli gharar secara umum, berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ.
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan cara melempar kerikil dan melarang jual beli gharar.” [HR. Jama’ah kecuali al-Bukhari]
Dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَتَشْتَرُوا السَّمَكَ فِي الْمَاءِ فَإِنَّهُ غَرَرٌ.
“Janganlah kalian membeli ikan yang masih berada di air karena (jual beli seperti itu) mengandung unsur penipuan.”
JUAL BELI MADHAMIN WAL MALAQIH
Madhamin wal Malaqih yaitu melakukan jual beli bibit pejantan (sperma yang ada pada binatang pejantan) dan jual beli hewan yang masih dalam kandungan induknya.
Telah datang hadits yang diriwayatkan oleh Imam ‘Abdurrazzaq dalam mushannafnya dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَنَّهُ نَهَى عَنِ الْمَضَامِيْنِ وَالْمَلاَقِيْحِ وَحَبَلِ الْحَبَلَةِ.
“Bahwa beliau melarang jual beli madhamin, malaqih dan habalil habalah.”
Lalu Imam ‘Abdurrazzaq menafsirkan bahwa yang dimaksud madhamin adalah sperma yang berada di tulang sumsum unta jantan, sedangkan malaqih adalah hewan yang masih berada di perut induknya. Adapun habalil habalah adalah anak unta.
Madhamin yaitu seorang penjual mengawinkan unta jantannya dengan unta betina, maka anak unta yang dilahirkan oleh induknya (dari hasil perkawinan tersebut) akan menjadi milik pembeli dengan harga sekian.
Malaqih yaitu jual beli janin hewan yang masih berada dalam perut induknya.
Para ulama sepakat bahwa jual beli ini adalah bathil (tidak sah) karena mengandung unsur gharar (penipuan), jahalah (ketidakjelasan), dan khathar (adanya bahaya berupa kerugian yang akan mengancam salah satu pihak).
Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, “Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa jual beli madhamin dan malaqih tidak diperbolehkan. Alasannya ada dua hal:
- Adanya ketidakjelasan hewan/sperma yang dijualbelikan, karena sifat serta hidup dan matinya tidak bisa diketahui secara pasti.
- Hewan/sperma ini tidak bisa diserahkan kepada si pembeli, (sehingga taqabudh atau serah terima barang yang merupakan syarat mutlak jual beli tidak ada padanya,-penj).
SESEORANG MELAKUKAN TRANSAKSI DI ATAS TRANSAKSI JUAL BELI SAUDARANYA
Gambarannya yaitu ada dua orang yang melakukan jual beli pada barang tertentu dengan harga yang sudah jelas, lalu sebelum jual beli itu terlaksana secara sempurna dan hak untuk menentukan pilihan (jadi atau tidak transaksi jual beli) di tempat transaksi belum berakhir, tiba-tiba ada orang lain (pihak ketiga) yang datang kepada si pembeli, lalu ia berkata kepadanya, “Saya bisa menjual barang yang sama kepadamu dengan harga yang lebih murah dari harga yang akan engkau beli dari penjual pertama.”
Misalnya mereka berdua (si penjual dan si pembeli) sepakat dengan harga 30 atau 40, lalu ada pedagang lain yang berkata kepada si pembeli, “Saya bisa menjual barang yang sama dengan harga 10” atau ia berkata, “Saya mempunyai barang yang lebih bagus dari barang itu” atau ia berkata, “Saya akan menjual barang kepadamu yang lebih bagus dari barang itu tapi dengan harga yang sama,” dan begitu seterusnya.
Sangat disayangkan jual beli seperti ini banyak terjadi di pasar-pasar.
Jual beli demikian diharamkan karena akan berakibat buruk bagi kaum muslimin dan akan merusak hubungan baik mereka.
Jual beli ini akan melahirkan kemarahan dan kebencian di dada, di mana si penjual pertama melihat bahwa ada orang lain yang mengambil pembelinya, lalu menjual barang kepadanya dengan harga yang lebih murah sebelum jual beli pertama selesai secara sempurna.
Imam al-Bukhari dan Muslim رحمهما الله meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ.
“Janganlah sebagian kalian melakukan jual beli atas jual beli sebagian lainnya.”
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Makna hadits ini ialah apabila ada dua orang yang melakukan jual beli, lalu datang pihak lain kepada si pembeli pada saat masa khiyar (masa untuk menentukan pilihan antara melanjutkan jual beli atau membatalkannya), lalu ia berkata kepada si pembeli, ‘Saya akan menjual kepadamu barang yang sama tapi dengan harga yang berbeda (lebih murah)’ atau ia berkata, ‘Saya akan menjual kepadamu barang yang lebih bagus dengan harga yang sama atau bahkan dengan harga yang lebih murah,’ atau ia menawarkan barang yang membuat si pembeli tersebut tertarik, lalu ia membatalkan jual belinya dari si penjual pertama dan akhirnya membeli barang ini. Jual beli seperti ini tidak boleh karena adanya larangan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akan mendatangkan kemudharatan kepada seorang muslim yang lain serta akan merusak hubungan baiknya.”
Demikian pula apabila si pembeli membeli barang yang sudah dibeli saudaranya sesama muslim, yaitu dengan cara mendatangi penjual sebelum akadnya sempurna, lalu ia membeli ba-rang dengan harga yang lebih mahal dari harga yang ditawarkan oleh si pembeli pertama. Jual beli seperti ini juga diharamkan karena termasuk dalam larangan hadits di atas, karena membeli juga dinamakan jual beli, maka secara otomatis ia masuk dalam larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[Disalin dari Kitab Al-Buyuu’: Al-Jaa-izu minhaa wa Mamnuu’ Penulis Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, Judul dalam Bahasa Indonesia Jual Beli Yang Dibolehkan Dan Yang Dilarang, Penerjemah Ruslan Nurhadi, Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Pertama Muharram 1427 H – Februari 2006 M]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4040-jual-beli-gharar-madhamin-wal-malaqih-transaksi-diatas-transaksi.html